Suarakan Kedaulatan Sipil untuk Demokrasi I Voice of Civil Sovereignty for Democracy

Perambahan hutan gambut di Rawa Tripa
(Dok SLHA) Aktivitas perambahan hutan di kawasan lindung gambut Rawa Tripa, Nagan Raya.

60.418 Orang Dukung Petisi Selamatkan Rawa Tripa

Targetkan 100 Ribu Penandatangan

Tanpa perlindungan yang pasti, dunia tidak akan pernah mencapai tujuan iklimnya.

ACEH – Petisi Selamatkan Rawa Tripa sebagai Habitat Terakhir Orangutan yang dimulai sejak Kamis (8/8/2024) melalui website hutanhujan.org memasuki minggu ketiga pada Senin (26/8/2024) telah mencapai 60.418 penandatangan.

Petisi online ini diluncurkan untuk mendesak pemerintah mempertegas status hukum atas hutan gambut Rawa Tripa yang kondisinya saat ini rusak parah akibat perambahan oleh empat perusahaan sawit yang beroperasi di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya.

Koordinator Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA), Yusmadi Yusuf mengatakan, pihaknya kini menargetkan 100.000 penandatangan dari masyarakat internasional untuk mendesak Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya agar segera menetapkan Kawasan Lindung Gambut Tripa-Babahrot dalam Qanun (Peraturan Daerah) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kedua kabupaten tersebut.

Yusmadi yang juga Direktur Eksekutif Aceh Wetland Foundation mengungkapkan, ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa-Babahrot merupakan areal hutan gambut yang luas awalnya mencapai 62.000 hektar dan secara administrasi wilayah ini berada di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya (60 persen) dan Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (40 persen).

“Kami mendapat informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya yang saat ini sedang merevisi Qanun RTRW, tidak memasukkan hutan gambut Babahrot ke dalam kawasan berstatus lindung. Ini sangat mengkhawatirkan, karena akan memuluskan jalan bagi perusahaan untuk melakukan okupasi terhadap hutan gambut yang menjadi rumah terakhir bagi Orangutan di Kawasan Ekosistem Leuser,” ungkapnya.

Menurut Yusmadi, total luas hutan gambut Babahrot mencapai 23.807 hektar. Okupasi yang dilakukan perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit telah mengonversi hampir seluruh lahan gambut Babahrot. Bahkan 4.529 hektare Kawasan Hidrologi Gambut Babahrot sudah berubah fungsi.

Terakhir, 634,70 hektare hutan yang masuk Kawasan Lindung Gambut kembali dibuka dan dikeringkan. Padahal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 14 tahun 2009 tentang larangan budidaya komoditas perkebunan termasuk kelapa sawit dalam kawasan yang terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih 3 meter.

“Namun, dari hasil investigasi di lapangan, kami menemukan, hutan dalam Kawasan Lindung Gambut itu terus dibuka dan dikeringkan oleh pihak PT Dua Perkasa Lestari (DPL) dan PT Cemerlang Abadi (CA),” ungkap Yusmadi.

Karena itu, ia berharap petisi ini dapat memberi tekanan kepada pemerintah untuk segera menetapkan hutan gambut yang tersisa di Nagan Raya dan Babahrot sebagai Kawasan Lindung Gambut Tripa-Babahrot dalam Qanun RTRW, dan kemudian melarang seluruh aktivitas perambahan di kawasan itu.

Selamatkan Rawa Tripa dan Orangutan
Aktivis lingkungan di Nagan Raya melakukan aksi di depan Kantor Bupati Nagan Raya sebelum menyerahkan dukungan petisi Selamatkan Rawa Tripa dan Orangutan pada Selasa (20/8/2024).

Penyerahan Petisi di Nagan Raya

Sebelumnya, Yayasan Apel Green Aceh mendatangi Pemerintah Kabupaten Nagan Raya pada Selasa (20/8/2024) lalu, untuk menyerahkan lebih dari 40.021 tandatangan dukungan dari 139 negara untuk menyelamatkan lahan gambut di Rawa Tripa, dengan cara meningkatkan status hukum perlindungan lahan gambut demi kelestarian habitat Orangutan yang hidup di Rawa Tripa.

Petisi itu diterima oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Nagan Raya, Ir H Ardimartha yang didampingi asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Nagan Raya, Amran Yunus SP MT.

Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009 melarang budidaya dalam kawasan yang terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter.

Selain itu, Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya 2015-2035, Pasal 27 Ayat 1 dan 2 juga menyatakan bahwa pemerintah berwenang mencabut HGU perusahaan yang masuk dalam kawasan Rawa Tripa.

“Penyerahan petisi ini dimaksudkan sebagai penyampaian aspirasi publik yang meminta Pemerintah Kabupaten Nagan Raya segera mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Kallista Alam dan PT Surya Panen Subur 2, yang telah masuk dalam kawasan lindung gambut,” ujar Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh.

Direktur Selamatkan Hutan Hujan, Marianne Klute juga menegaskan, bahwa demi mengatasi perubahan iklim global, semua lahan gambut dan hutan rawa harus dilindungi. “Tanpa perlindungan yang pasti, dunia tidak akan pernah mencapai tujuan iklimnya,” ujar Marianne.

Marianne menambahkan bahwa Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk menyelamatkan dan merestorasi hutan rawa gambut.

Ia meminta Pemerintah Nagan Raya untuk mengambil tanggung jawab ini dengan serius dan tidak mengorbankan keanekaragaman hayati, iklim, dan kehidupan generasi mendatang demi keuntungan sesaat.[c]

Selalu berkomentar dengan bijak dan sopan. Setiap komentar merupakan tanggungjawab pribadi dan tidak berkaitan dengan civilians.id

Bagikan

Pemerintah Jaga Stabilitas Harga Pupuk Bersubsidi

ACEH – Pemerintah melalui PT Pupuk Indonesia (Persero) berkomitmen memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi dan stabilitas harga di tingkat petani, demi mendukung program ketahanan pangan yang

“Setiap panen, hasilnya dibagikan kepada anggota. Sebagian juga dijual secara online."