ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan segera menyelesaikan sengketa lahan antara warga Gampong Seuneubok Pusaka, Kecamatan Trumon Timur, dengan PT Agro Sinergi Nusantara (ASN).
Desakan ini muncul setelah warga selama lima hari berturut-turut melakukan aksi pendudukan di lahan yang disengketakan sejak Sabtu (26/4/2025) lalu.
WALHI Aceh menilai, jika tidak segera dimediasi, konflik ini berpotensi semakin membesar dan memicu ketegangan. Pemerintah daerah, dalam hal ini bupati, memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi hak-hak rakyat.
“Bupati tidak boleh diam dan membiarkan persoalan ini berlarut-larut. Ini menyangkut kehidupan dan hak masyarakat, sehingga perlu segera diselesaikan,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Rabu (30/4/2025).
Sebagai langkah konkret, WALHI Aceh meminta Bupati Aceh Selatan segera memanggil dan mempertemukan para pihak, yaitu masyarakat, perusahaan, eksekutif, legislatif serta pihak terkait lainnya untuk penyelesaian sengketa ini secara adil dan menyeluruh.
Desakan WALHI Aceh ini menanggapi aksi ratusan warga Gampong Seunebok Pusaka yang menuntut pengembalian lahan masyarakat seluas 165 hektare, yang diserobot PTPN 1 dan kini dikuasai PT Agro Sinergi Nusantara (ASN).
Menurut Ketua Gugatan Tanah Untuk Rakyat (GunTUR), Syahminan, aksi ini mereka lakukan karena pihak perusahaan maupun pemerintah tidak ada niat baik untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut.
Karena itu, ratusan warga kemudian melakukan aksi pendudukan lahan seluas 165 hektare pada Sabtu (26/4/2025) sebagai bentuk protes terhadap penguasaan lahan masyarakat oleh perusahaan.
Kronologis Penyerobotan Lahan
Ketua Gugatan Tanah Untuk Rakyat (GunTUR), Syahminan mengungkapkan, bahwa pada tahun 1989, pemerintah melalui Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) 1 mengalokasikan lahan seluas 1.170 hektare kepada 300 keluarga transmigran lokal (Translok) di Gampong Seuneubok Pusaka.
Program ini digagas oleh Pemerintah Daerah Kabupaten saat itu untuk pemanfaatan lahan kosong, dan mendukung pemerataan penduduk serta pengembangan ekonomi berbasis pertanian.
Warga yang berasal dari desa-desa sekitar kemudian secara sukarela pindah ke kawasan Seuneubok Pusaka, untuk membangun kehidupan baru.
Sebagai transmigran lokal, mereka diberikan hak atas lahan untuk tempat tinggal dan usaha pertanian. Masing-masing keluarga mendapatkan lahan sekitar dua hektare.
Namun pada tahun 1990, warga terpaksa meninggalkan lokasi transmigrasi lokal itu karena memanasnya konflik bersenjata antara GAM dan TNI yang membuat warga harus mengungsi demi keselamatan jiwa mereka.
“Saat itu, di Gampong Seuneubok Pusaka sering terjadi kontak tembak antara pasukan TNI dengan kombatan GAM. Sehingga sebagian besar warga terpaksa meninggalkan desa,” ungkap Syahminan.
Lalu pada tahun 1995, PTPN I Kebun Krueng Luas pun mulai menggarap lahan dimaksud.
Izin Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki PTPN I di wilayah Kabupaten Aceh Selatan ini totalnya 6.100 hektare. Dari luasan tersebut, diperkirakan sekitar 1.000 hektare di antaranya berada di wilayah Gampong Seuneubok Pusaka, yang dulu terpaksa ditinggalkan warga karena situasi konflik.
Kemudian lahan itu dialihkelola kepada PT Agro Sinergi Nusantara (ASN) hingga sekarang, tanpa ada persetujuan dari masyarakat selaku pemilik lahan yang sah.
Syahminan mengatakan, pada 2004, warga bersama perangkat desa sudah pernah menuntut agar lahan seluas 165 hektare dikembalikan kepada masyarakat Seuneubok Pusaka.
Menanggapi tuntutan warga tersebut, maka di tahun 2005, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan Kabupaten Aceh Selatan mengeluarkan surat, perihal: Hasil Penyelesaian Batas Areal HGU PTPN-1 Kebun Krueng Luas dengan Areal UPT-1 Seuneubok Pusaka.
Kemudian diperkuat dengan adanya pengakuan bahwa PTPN-1 telah membuka kebun seluas 55 hektare, yang ditanami sawit dan telah menghasilkan, sesuai Surat Camat Trumon Timur No. 400/227/2004 tanggal 2 September 2004.
Dua hal ini menjadi dasar bahwa perusahaan harus mengembalikan lahan yang dikuasai itu kepada warga Seuneubok Pusaka.
Masyarakat Seuneubok Pusaka sebenarnya tidak menerima pengakuan pihak PTPN-1 bahwa luas lahan yang disengketakan itu hanya 55 hektare sebagaimana keputusan Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan Kabupaten Aceh Selatan, karena menurut warga, lahan yang diserobot oleh perusahaan adalah seluas 165 hektare.
“Namun hingga saat ini, lahan seluas 55 hektare yang mereka akui itu pun belum juga diserahkan kepada masyarakat Seuneubok Pusaka dan masih digarap oleh PT ASN,” kata Syahminan.[c]