NAGAN RAYA – Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas pelaku illegal logging yang melakukan pembukaan lahan di dalam kawasan lindung gambut di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya.
Dari hasil investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) yang dilakukan seminggu terakhir, ditemukan alat berat yang sedang membuka lahan di Kawasan Lindung Gambut. Sejumlah kayu yang sudah ditebang pun terlihat sudah ditumpuk dan menunggu diangkut ke luar hutan.
Investigasi yang dilakukan Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh ini didasarkan atas laporan warga Darul Makmur yang resah dengan aktivitas perambahan hutan yang semakin marak dalam beberapa tahun belakangan di kawasan tersebut.
Menurut data KSLHA, angka kehilangan tutupan hutan di dalam kawasan lindung gambut Rawa Tripa, Nagan Raya ini mencapai 608,81 hektare. Ini menunjukkan kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi.
Untuk diketahui, kawasan lindung gambut di Nagan Raya luasnya mencapai 11.380,71 hektare. Kondisi hutan ini sedang dalam ancaman pengeringan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit.
Analisa citra satelit menunjukkan pada tahun 2022 luas tutupan hutan masih berkisar 6.874, 37 hektar.
Pada April 2024, jumlah luas tutupan hutan hanya sekitar 6.265,56 hektare. Sehingga ada penyusutan luas tutupan hutan sekitar 608,81 hektar.
Sisa hutan gambut terakhir di Nagan Raya ini juga masih tumpang tindih dengan penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit.
HGU di Kawasan Lindung Gambut
Peta hasil overlay dengan peta HGU di Nagan Raya menunjukkan HGU PT Surya Panen Subur (SPS 2) seluas 7.565,26 hektare dan HGU PT Kallista Alam seluas 520,78 hektar. Sehingga total jumlah luas HGU dalam kawasan lindung gambut 8,086.04 hektare.
Perusahaan ini sudah seharusnya berhenti membuka lahan baru. Karena di dalamnya terdapat kubah gambut, karena tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No 14 Tahun 2009 tentang larangan budidaya dalam kawasan yang terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter.
Berdasarkan fakta dan data tersebut, Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) pun mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak tegas terhadap maraknya aktivitas illegal logging di Kawasan Lindung Gambut berdasarkan Qanun Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya.
Hasil investigasi KSLHA juga menyebutkan bahwa aktivitas pembalakan liar ini telah merambah hingga ke Daerah Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang seharusnya tidak boleh dirambah dan dimafaatkan untuk tanam sawit.
“Kami berharap APH, baik kepolisian, Gakkum, maupun pihak terkait lainnya tidak tutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama. Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas,” ujar Syukur, Ketua Divisi Kampanye KSLHA yang juga Ketua Yayasan Apel Green Aceh, Senin (1/7/2024).
Pelanggaran UU Nomor 41 Tahun 1999
Ia menambahkan, aktivitas illegal logging di Rawa Tripa semakin mengkhawatirkan karena dilakukan secara terang-terangan.
Hasil kayu curian dikumpulkan dan dibawa secara terbuka, seakan-akan aktivitas ini legal. Padahal, penebangan kayu liar merupakan pelanggaran UU Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf e dan Pasal 78 ayat (5), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
“Daerah Rawa Tripa adalah kawasan habitat satwa kunci Sumatra seperti orangutan dan harimau. Jika perambahan Hutan Rawa Gambut semakin merajalela dan tidak ada tindakan oleh APH, maka satwa lindung di Rawa Tripa semakin terancam punah,” tambah Syukur.
Karena itu, KSLHA mendesak APH untuk segera turun tangan. “Jika dibiarkan, patut diduga mereka juga terlibat memuluskan praktek haram tersebut,” pungkas Syukur kepada Civilians.id.[]