ACEH – Panglima Laot Lhok Air Pinang melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Air Pinang dari Kabupaten Simeulue, Aceh, meraih uara 1 Pokmaswas Teladan Nasional Tahun 2024 untuk kategori Perlindungan dan Peningkatan Efektivitas Kawasan Konservasi.
Penghargaan ini diberikan dalam acara Silaturahmi dan Apresiasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kamis (26/9/2024) di Bogor.
Penghargaan ini menandai pencapaian penting bagi Panglima Laot Air Pinang yang selama ini fokus menjaga Kawasan Konservasi Pulau Pinang, Pulau Siumat, dan Pulau Simanaha. Lembaga Adat ini terbukti berhasil menunjukkan kontribusi yang terukur dalam mendukung efektivitas pengawasan dan pelestarian ekosistem laut yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Juhardi Marlin, Panglima Laot sekaligus Ketua Pokmaswas Air Pinang yang hadir didampingi oleh DKP Aceh, mengungkapkan rasa syukur atas penghargaan ini.
“Ini adalah hasil kerja keras seluruh anggota Pokmaswas dan masyarakat yang peduli dengan kelestarian pesisir dan laut di Simeulue, ditambah dukungan dari DKP Aceh, Simeulue, Pangkalan PSDKP Lampulo dan Mitra. Kami akan terus berjuang untuk menjaga kawasan konservasi ini agar tetap terjaga untuk kemajuan ekonomi bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Peran Penting Kawasan Konservasi Simeulue
Kawasan konservasi perairan di Simeulue menjadi penting karena keanekaragaman hayati lautnya, yang meliputi berbagai spesies ikan, terumbu karang, dan ekosistem laut lainnya. Pokmaswas Air Pinang pun berperan aktif dalam melakukan pemantauan dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dengan keberhasilan menjaga keberlanjutan ekosistem laut, Pokmaswas Air Pinang diharapkan menjadi contoh bagi kelompok masyarakat lainnya di Indonesia.
Integrasi Pokmaswas dan Budaya Maritim Aceh
Atas raihan prestasi tersebut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Aliman SPi MSi menekankan pentingnya sinergi antara Program Nasional melalui pembentukan Pokmaswas dengan Budaya Maritim Aceh, khususnya peran Lembaga Panglima Laot.
Aliman menjelaskan bahwa kearifan lokal seperti Hukum Adat Laot memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Aceh.
Aliman menjelaskan bahwa Panglima Laot memiliki kewenangan dalam pengaturan perikanan tradisional di wilayah 0-4 mil.
“Panglima Laot telah beradaptasi dengan kebijakan dan program nasional, sambil tetap mempertahankan kearifan lokal yang masih hidup dan berkembang. Saya ingin mengapresiasi kepemimpinan Panglima Laot, khususnya Panglima Laot Lhok Air Pinang, yang telah menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya serta norma adat yang diwariskan oleh leluhur kita,” tambah Aliman.
Untuk memastikan kearifan lokal tetap relevan dengan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan saat ini, Panglima Laot Lhok menjalankan peran (ex officio) sebagai ketua Pokmaswas. Dengan sistem ini, Panglima Laot sebagai Pokmaswas tetap dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur perikanan tradisional, serta menyelesaikan sengketa adat yang terjadi di wilayah yang dikelolanya.
Ikrar Stakeholders Kelautan dan Perikanan
Silaturahmi dan Apresiasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan berlangsung di Sentul International Convention Center, Bogor ini dihadiri sekitar 10.000 peserta dari kalangan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pengolah dan pemasar ikan, hingga para pelaku usaha sektor kelautan seluruh Indonesia. Tujuan utama acara ini adalah membangun sinergi antar pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih berkelanjutan.
Salah satu agenda penting adalah Penyampaian Ikrar Stakeholders Kelautan dan Perikanan, di mana seluruh peserta mendeklarasikan komitmen untuk membangun sektor kelautan yang lebih maju dan mendukung program makan siang bergizi yang bersumber dari ikan. Program ini digagas untuk meningkatkan konsumsi ikan nasional, yang dianggap sebagai solusi praktis dalam memperbaiki gizi masyarakat, terutama anak-anak.
Tantangan Ke Depan
Meski menerima penghargaan bergengsi, tantangan bagi Pokmaswas Air Pinang masih cukup besar. Simeulue, sebagai wilayah terluar masih rentan terhadap berbagai ancaman perikanan ilegal dan kerusakan ekosistem yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.
“Kami masih perlu dukungan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk edukasi kepada masyarakat maupun bantuan fasilitas pengawasan yang lebih modern,” ujar Ketua Pokmaswas Air Pinang, Juhardi Marlin.
Tantangan lainnya adalah menumbuhkembangkan Pokmaswas atau kelembagaan Panglima Laot menjadi lembaga yang mandiri dan berdaya secara ekonomi. Untuk menumbuhkan kemandirian dapat dilakukan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif berbasis sumber daya laut, seperti budidaya perikanan berkelanjutan, ekowisata berbasis konservasi, dan pengolahan produk perikanan.
Selain itu, perlu pelatihan manajemen keuangan dan pengembangan kapasitas anggota Pokmaswas juga menjadi bagian penting dari upaya ini. Diharapkan, dengan pengembangan kemandirian ini, Pokmaswas tidak hanya mampu menjaga ekosistem laut secara berkelanjutan, tetapi juga dapat menjadi pilar ekonomi lokal yang kuat bagi masyarakat.
“Kami masih perlu dukungan dalam hal edukasi, fasilitas dan pengembangan program, karena tujuan akhir kami adalah membangun Pokmaswas Air Pinang yang tidak hanya menjadi pelindung ekosistem, tetapi juga menjadi entitas yang mandiri, berdaya saing, dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Dengan penghargaan ini, Pokmaswas Air Pinang berharap akan lebih banyak kelompok masyarakat di seluruh Indonesia yang terinspirasi untuk menjaga ekosistem laut di daerah mereka. Kesadaran untuk melindungi sumber daya laut kini semakin mendesak, terlebih di tengah krisis lingkungan global yang sedang berlangsung.[c]