SURABAYA – Aksi tolak revisi UU TNI di Surabaya yang berlangsung ricuh, Senin (24/3/2025), berujung pada penahanan sekitar 40 demonstrans oleh polisi.
Tim LBH Surabaya saat ini berada di Polrestabes Surabaya untuk memberikan pendampingan hukum dan melakukan konfirmasi terkait keberadaan massa aksi yang ditahan.
Namun, hingga pukul 10.30 malam, belum ada kejelasan mengenai keberadaan mereka, dan pihak Polrestabes belum memberikan izin kepada tim hukum untuk mendampingi karena alasan bahwa proses pemeriksaan masih berlangsung dan memerlukan surat kuasa.
Hal ini sangat disayangkan, mengingat bahwa hak mendapatkan pendampingan hukum merupakan hak dasar yang dijamin oleh hukum bagi setiap warga negara, termasuk bagi massa aksi yang sedang berhadapan dengan pihak berwenang.
Dalam konteks aksi massa, hak pendampingan hukum dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, serta Pasal 114 KUHAP, yang mewajibkan penyidik untuk memberitahukan hak tersebut kepada setiap tersangka atau terdakwa.
Selain itu, kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945, yang memastikan setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pendapat secara bebas, termasuk melalui demonstrasi. Perlindungan terhadap hak ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Kami, dari Front Anti Militerisme, mengecam keras tindakan penahanan tanpa memberikan hak-hak hukum yang seharusnya diterima oleh massa aksi. Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera memberikan hak bantuan hukum yang layak kepada mereka yang ditahan, serta membebaskan mereka yang masih berada dalam penahanan tanpa dasar hukum yang jelas,” demikian bunyi pernyataan dari Front Anti Militerisme yang diterima Civilians.id, Senin malam.


Penahanan ini dilakukan setelah aksi penolakan terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang digelar di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, berakhir ricuh.
Aksi mulai memanas ketika sekumpulan orang dari barisan belakang massa aksi melakukan pelemparan botol plastik ke arah halaman Gedung Negara Grahadi. Aksi pelemparan itu lalu diikuti oleh beberapaa peserta aksi lainnya.
Mereka melakukan pelemparan botol plastik, batu, petasan hingga molotov ke halaman gedung. Api dari molotov sempat membakar pagar gedung tersebut, namun pihak kepolisian berhasil memadamkannya menggunakan Mobil Water Cannon.
Pada saat kericuhan memanas, puluhan orang yang diduga aparat kepolisian mengenakan kaos berwarna hitam melakukan penangkapan terhadap peserta aksi yang mengatasnamakan diri sebagai Warga Sipil Surabaya, di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Senin (24/3/2025) ini.
Massa aksi tolak UU TNI di Surabaya ini membawa 8 poin tuntutan:
1. Tolak revisi UU TNI yang sekarang
2. Tolak fungsi TNI dalam ranah sipil
3. Tolak fungsi TNI dalam operasi militer selain perang, terutama dalam ranah siber
4. Bubarkan komando teritorial
5. Tarik militer dari semua tanah Papua
6. Revisi UU Peradilan Militer
7. Kembalikan TNI ke barak
8. Copot TNI dari jabatan-jabatan sipil.[c]