Suarakan Kedaulatan Sipil untuk Demokrasi I Voice of Civil Sovereignty for Democracy

Teupin Raya
Koordinator FMAPG Teupin Raya, Nurdinsyah saat mengadukan persoalan penyerobotan lahan masyarakat oleh PT Beurata Maju ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Jumat (25/10/2024)

Warga Teupin Raya Adukan Kasus Penyerobotan Lahan ke LBH dan DPRA

Kami bertekad untuk terus memperjuangkan hak kami atas lahan yang diserobot PT Beurata Maju.

ACEH – Warga Teupin Raya, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur yang berhimpun dalam Forum Masyarakat Adat Peduli Gampong (FMAPG) Teupin Raya melaporkan kasus penyerobotan lahan masyarakat oleh PT Beurata Maju ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Pengaduan ini disampaikan oleh Nurdinsyah selaku Koordinator FMAPG Teupin Raya dengan memasukkan surat resmi sambil beraudiensi ke LBH Banda Aceh dan DPRA pada Jumat (25/10/2024), sebagai tindaklanjut dari aksi protes warga beberapa waktu lalu.

Ke DPRA Staf Kantor DPRA menerima surat pengaduan soal penyerobotan lahan masyarakat oleh PT Beurata Maju yang dilayangkan FMAPG Teupin Raya, Jumat (25/10/2024).

“LBH Banda Aceh merespons dengan baik laporan kami atas kasus penyerobotan lahan ini. Pihak DPRA juga menanggapi serius dan berjanji akan segera menindaklanjuti laporan warga,” kata Nurdinsyah kepada Civilians.id, Rabu (30/10/2024).

Nurdinsyah mengatakan, pihaknya juga berdiskusi dengan Ketua Ikatan Pemuda dan Pelajar Aceh Timur (IPPAT) untuk meminta dukungan aksi guna mendesak perusahaan agar mengabulkan tuntutan warga.

IPPAT Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Aceh Timur (IPPAT) di Banda Aceh, Mukhlis (kanan) menerima surat permohonan dari FMAPG Teupin Raya yang meminta dukungan aksi untuk mendesak PT Beurata Maju mengembalikan lahan masyarakat yang diserobot.

Selain itu, ia juga meminta LSM Aceh Movement Society (AMS) untuk mendampingi FMAPG Teupin Raya dalam hal penguatan kapasitas dan advokasi gerakan masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat atas lahan yang dirampas.

“Alhamdulillah, semua pihak yang kami jumpai di Banda Aceh memberi respons yang sangat baik dan berkomitmen untuk mendukung perjuangan masyarakat adat Teupin Raya. Hal ini membuat kami semakin bertekad untuk terus maju memperjuangkan hak kami atas lahan yang diserobot PT Beurata Maju,” ungkap Nurdinsyah.

Seperti diberitakan sebelumnya, konflik kepemilikan lahan seluas kurang lebih 100 Hektare di Gampong Teupin Raya, Kecamatan Julok, Aceh Timur, memanas dengan aksi saling klaim antara warga dan Pemkab Aceh Timur yang terjadi sejak Jumat (4/10/2024).

Warga mengatakan, lahan kebun mereka diserobot oleh perusahaan sawit PT Beurata Maju yang merupakan perusahaan milik daerah (BUMD) Aceh Timur.

Warga kemudian berupaya mendapatkan kembali lahan itu dengan mendesak pihak perusahaan dan Pemkab Aceh Timur untuk memperjelas tapal batas antara HGU perusahaan dengan wilayah gampong, karena sebagian lahan itu masuk dalam wilayah Gampong Teupin Raya.

Selain itu, mereka juga mendesak PT Beurata Maju menunjukkan bukti peralihan hak atas lahan dimaksud, dan meminta perusahaan menghentikan sementara aktivitasnya di lahan tersebut hingga sengketa ini diselesaikan.

Tiga poin tuntutan itu dituliskan pada spanduk yang dipasang di area lahan sengketa pada Jumat (4/10/2024). Aksi warga ini kemudian disikapi oleh Pemkab Aceh Timur dengan menurunkan petugas Satpol PP untuk mencabut spanduk tersebut, dan pada Senin (7/10/2024) di sekitar lokasi itu sudah terpasang plang bertuliskan; Tanah dan HGU seluas 496 Ha PT Beurata Maju Milik Pemda Aceh Timur, No:104/HGU/BPM/1997.

Warga Gampong Teupin Raya memasang spanduk yang berisi tuntutan warga terkait sengketa lahan dengan perusahaan sawit. Warga Gampong Teupin Raya memasang spanduk yang berisi tuntutan warga terkait sengketa lahan dengan perusahaan sawit di Teupin Raya, Julok, pada Jumat (4/10/2024).

Kronologis Penyerobotan Lahan

Koordinator Forum Masyarakat Adat Peduli Gampong Teupin Raya, menceritakan bahwa penyerobotan lahan kebun masyarakat oleh perusahaan sawit di Gampong Teupin Raya dan sekitarnya itu terjadi sepanjang tahun 1992 hingga 1997, saat konflik bersenjata di Aceh sedang berkecamuk.

“Saat itu, sebagian warga terpaksa meninggalkan desa untuk menghindar dari konflik bersenjata yang sering memakan korban jiwa. Sehingga kebun yang menjadi sumber penghidupan warga secara turun-temurun, tidak tergarap. Dan saat kami kembali ke desa, kebun kami yang sebelumnya kami tanami kopi, rambutan, karet dan cokelat, sudah ditanami sawit oleh pihak perusahaan. Bahkan sebagian wilayah desa pun masuk dalam HGU PT Beurata Maju. Sehingga sebanyak 48 kepala keluarga kehilangan lahan kebunnya,” kata Nurdinsyah.

Menurutnya, konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan sawit tidak hanya terjadi di Teupin Raya, tapi juga di sejumlah desa lainnya dalam beberapa kecamatan di Aceh Timur. Namun masyarakat yang kebanyakan adalah korban konflik ini tidak berani bersuara dalam menuntut haknya.

Untuk itu, ia berharap Kepala Daerah Kabupaten Aceh Timur yang nantinya terpilih dalam Pilkada tahun ini, bisa memprioritaskan penyelesaian persoalan konflik lahan khususnya di daerah pedalaman kabupaten tersebut.[c]

Selalu berkomentar dengan bijak dan sopan. Setiap komentar merupakan tanggungjawab pribadi dan tidak berkaitan dengan civilians.id

Bagikan
Jumlah penandatangan petisi online ini naik dengan cepat karena diluncurkan dalam delapan bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Jerman, Inggris, Belanda, Prancis, Spanyol, Portugal, dan Italia.
Civilians.id